Jumat, 13 Desember 2013

Sudut Pandang Holistic Atas Syahadatain

Sebelum melangkah pada nafs amarah, secara syar’i orang yang berada dalam kemusyrikan (jiwa musyawilah) harus mengi’tikadkan melalui kalimah syahadat, kalimah ini diambil dari Rukun Islam yang pertama yaitu dua kalimat persaksian terhadap Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai RasulNya.
Pada tingkatan paripurna, persaksian ini menjadi sebuah penglihatan ruhaniah yang memiliki muatan keimanan pada tingkat haq ul yaqin, yaitu sebagai tingkatan penglihatan (makrifat) yang tertinggi dalam puncak tangga pengetahuan ruhaniah, sebelum pada akhirnya masuk pada jenjang sebagai Al Insan Al Kamil (jiwa kamilah), dan secara umum peralihan dari jiwa kemusyrikan masuk pada jiwa amarah (jiwa muslim), belum mencapai pada tingkat itu, kalimat yang di’itikadkan baru pada tingkat peralihan atas pengetahuan bahwa ada sebuah kebutuhan tempat bergantung yang dapat memberikan jawaban atas segala bentuk kegelisahan yang dialami dalam hidupnya.
Untuk itu kebanyakan kaum non muslim masuk menjadi muslim karena melihat adanya resapan yang membawa rasa jiwa menjadi tenang, sementara seorang yang muslim kemudian dia tidak merasa tenang karena masuk dalam formalitas kemusliman tetapi substansi jiwanya berada dalam musyawilah (jiwa yang musyrik), dengan demikian Tingkat pengetahuan ini belum masuk pada keimanan sebagai seorang mukmin, melainkan baru pada tataran sebagai muslim dengan jiwa amarah yang secara umum diidentikan sebagai jiwa yang penuh emosional, dalam tulisan ini terminologi amarah merujuk pada tafsir Al-Misbah karya Prof. Dr. Quraisy Shihab, bahwa nafsu amarah itu adalah jiwa yang cenderung pada kemunkaran, atau jiwa yang cenderung untuk kembali pada kemusyrikan.
Kembali lagi pada pembahasan yaitu bahwa persaksian ini tidak hanya dalam bentuk kalimat (redaksi) persaksian terhadap Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai rasulNya saja, melainkan menjadi sebuah persaksian yang holitstik (kaffah) diawali dari alam yang dapat disaksikan oleh penglihatan kasat mata sampai pada tingkat penyaksian qalbu yaitu i’tikad meyakini Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya dan juga penglihatan ruh pada Nur Al Haq dan Nur Muhammad.
Al ‘ alam Asy syahadah merupakan ruang persaksian manusia secara integrated dengan menyatukan beberapa asfek menyangkut segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, mulai dari yang dapat disaksikan dengan kasat mata maupun yang tidak kasat mata, daya tembus ini hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki paripurna yaitu seseorang yang telah memiliki mahkota Al Insan Al Kamil, sebagai citra keturunan Adam As yang siap mengemban tugas – tugas kekhalifahan dimuka bumi ini, penglihatan seseorang hamba yang paripurna, tidak hanya melihat atau menyaksikan dengan mengucapkan dua kalimat penyaksian (syahadah) yaitu Aku bersaksi Tiada Tuhan Selain Allah dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah Utusan Allah, tetapi memang kalimat tersebut sudah merupakan sebuah bentuk perwujudan persaksian psikis (manifestasi kejiwaan) yang senantiasa menjadi sebuah bentuk inspirasi dalam segala tindak laku kemanusiaan dimuka bumi dengan predikat khalifah.
Penguatan perasaan jiwa dengan menjadi dua kalimat tersebut sebagai sumber inspirasi dalam membentuk setiap ucapan, sikap dan prilaku, tidak dapat serta merta kita dapatkan, tanpa melalui sebuah proses yang dapat mengarahkan diri kita, sehingga dua kalimat tersebut betul – betul dapat dirasakan dan menjadi kekuatan tersendiri sebagai kekuatan yang tersimpan didalam pengolahan diri.

Salah satu yang menjadi keutamaanya adalah sholat, namun demikian sholat yang hanya dilakukan sebatas target menggugurkan kewajiban, tentu tidak akan memberikan hasil yang cukup optimal, untuk itu penguatan dengan sholat perlu diiringi dengan penyaksian yang kaffah (holistic), tingkat persaksian seseorang pada Allah dan RasulNya, meliputi pendekatan dengan mengungkapkan rahasia penciptaan jagat raya sebagai persaksian awal (Qs Al-imran 190), kemudian bumi dan sekitarnya dan selanjutnya yang terakhir adalah pada diri sendiri (Qs Adz-Dzaariyaat 20-21).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar